Friday, May 19, 2017

Pedoman Penyiaran Agama

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA
NOMOR 70 TAHUN 1978
TENTANG
PEDOMAN PENYIARAN AGAMA
MENTERI AGAMA
Menimbang :
a.
bahwa kerukunan hidup antar umat beragama merupakan syarat mutlak bagi persatuan dan kesatuan bangsa serta memantapan stabilitas nasional dan keamanan nasional;
b.
bahwa dalam rangka usaha memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama pemerintah berkewajiban untuk melindungi setiap usaha pengembangan dan penyiaran agama;
c.
bahwa oleh karena itu perlu diatur, tentang pedoman penyiaran agama.
Mengingat:
1.
Undang-undang Dasar 1945 pasal 17 ayat 3 dan pasal 29;
2.
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1978;
3.
Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 tahun 1974;
4.
Keputusan Menteri Agama Nomor 18 tahun 1975 (disempurnakan).
Memperhatikan:
Petunjuk Bapak Presiden Republik Indonesia tanggal 24 Mei 1978
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA
TENTANG PEDOMAN PENYIARAN AGAMA
Pertama:
Untuk menjaga stabilitas nasional dan demi tegaknya kerukunan antar umat beragama, pengembangan dan penyiaran agama supaya dilaksanakan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, teposeliro, saling menghargai, hormat menghormati antar umat beragama sesuai jiwa Pancasila.
Kedua:
Penyiaran agama tidak dibenarkan untuk:
a.
ditujukan terhadap orang dan atau orang-orang yang telah memeluk sesuatu agama lain;
b.
Dilakukan dengan menggunakan bujukan/ pemberian materiil, uang, pakaian, makanan/ minuman, obat-obatan dan lain-lain agar supaya orang tertarik untuk memeluk sesuatu agama;
c.
Dilakukan dengan cara-cara, penyebaran pamflet, bulletin, majalah, buku-buku dan sebagainya di daerah-daerah/ di rumah-rumah kediaman umat/orang yang beragama lain;
d.
Dilakukan dengan cara-cara masuk keluar dari rumah ke rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalih apapun.
Ketiga:
Bilamana ternyata pelaksanaan pengembangan dan penyiaran agama sebagaimana yang dimaksud diktum kedua, menimbulkan terganggunya kerukunan hidup antar umat beragama akan diambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat:
Seluruh Aparat Departemen Agama sampai ke daerah-derah diperintahkan untuk melakukan pengawaan terhadap pelaksanaan Keputusan ini dan selalu mengadakan keonsultasi/ koordinasi dengan unsur Pemerintah dan, tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Kelima:
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal : 1 Agustus 1978
Menteri Agama RI

 

Cap/ttd

 

H. Alamsjah Ratu Perwiranegara

PENJELASAN ATAS
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR 70 TAHUN 1978
TENTANG
PEDOMAN PENYIARAN AGAMA
 
I.  Penjelasan Umum
Sebagaimana ditetapkan dalam pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 maka Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin Kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Didalam penjelasan Unang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa sebagai pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ialah bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selanjutnya dalam Keteapan MPR-RI Nomor II/MPR/1978 Tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa dengan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
Karena itu dikembangkan sikap saling mencintai sesama manusia sikap tenggang rasa "tepa selira" serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Di dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia di kembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja antar pemeluk-pemeluk agama dan penanut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) terutama dalam Pola Umum Pembangunan Nasional Jangka Panjang ditegaskan bahwa "Atas dasar kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia harus benar-benar selaras dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama, dan alam sekitarnya, serta memiliki pemantapan keseimbangan dalam kehidupan lahiriah dan bathiniah serta mempunyai jiwa dinamis dan semangat gotong royong yang berkembang, sehingga sanggup serta mampu untuk melanjutkan perjuangan bangsa dalam mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan landasan-landasan ekonomi yang seimbang".
Ditegaskan pula dalam GBHN "Pola Umum Pelita III" bahwa atas dasar kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa aalah selaras dengan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan sehingga terbina hidup rukun diantara sesama umat beragama dan semua penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan atara semua umat beragama dan semua penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dalam usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan mingkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat.
Kerukunan hidup yang semakin mantap di antara sesama umat beragama, berarti ikut serta meningkatkan tercapainya stabilitas dan keamanan nasional yang sehat dan dinamis yang merupakan salah satu dari Trilogi Pembagunan sebagaimana tertera dalam Pola Umum Pelita Ketiga.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran  yang tertuang dalam UUD 1945 dan Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut di atas maka kerukunan hidup antar umat beragama merupakan syarat mutlak bagi usaha menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa serta memantapkan stabilitas dan kemanan nasional yang merupakan syarat bagi kelancaran dan suksesnya pembangunan Nasional di segala bidang.
Dalam kerangka inilah maka Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, sebagai bagian dari pemerintah Negara, yang tugas pokoknya menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang agama, berkewajiban untuk melindungi setiap usaha pengembangan dan penyiaran agama.
Didalam penyiaran dan pengembangan agama, Pemerintah memandang perlu untuk memberikan Pedoman Penyaran Agama agar pengembangan dan penyiaran agama tersebut tidak menimbulkan ekses-ekses negatif yang mengakibatkan retaknya kerukunan hidup antar umat beragama. Oleh karena itu pengembangan dan penyiaran agama tidak boleh ditujukan kepada orang dan atau orang-orang lain yang telah memeluk sesuatu agama yang berbeda. Umat beragama sebagai Warga Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila telah sepakat mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara di atas kepentingan sendiri, golongan, perbedaaan agama dan lain-lain, demi tercapainya tujuan nasional sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945 dan Ketetapan-ketetapan MPR-RI.
Penyiaran dan pengembangan agama yang ditujukan kepada orang yang telah memeluk suatu agama yang berbeda merupakan cara penyiaran dan pengembangan agama yang dapat menyinggung perasaan umat beragama lain.
Pemerintah tidak mencampuri orang yang dengan sukarela atas kemauan dan kesadaran sendiri pindah dari suatu agama ke agama yang lain. Pemerintah tidak melarang orang yang dengan sukarela atas kemauan dan kesadaran sendiri mengunjungi atau mendengarkan ceramah/khotbah/ pengajian/ penginjilan/ dan lain-lain dengan maksud untuk mengenal suatu agama.
II.   Penjelasan Diktum demi Diktum
Diktum Pertama:
Cukup jelas, lihat Penjelasan Umum
Diktum Kedua:
a.
Penyiaran dan pengembangan agama kepada orang dan atau orang-orang yang telah memeluk sesuatu agama lain, merupakan cara penyiaran dan pengembangan agama yang tidak sesuai dengan semangat kerukunan, saling menghargai, hormat-menghormati, antar sesama pemeluk agama.

Cara-cara penyiaran dan pengembangan agama tersebut adalah menyinggung perasaan umat beragama yang berbeda. Oleh karenanya Pemerintah perlu mengatur cara-cara yang demikian yang dapat mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas dan keamanan nasional serta kelancaran dan suksesnya Pembangunan Nasional.
b.
Penyiaran agama tidak dibenarkan dilakukan dengan menggunakan bujukan/pemberian materiil, uang, pakaian, makanan/ minuman, obat-obatan dan lain-lain agar supaya orang yang telah memeluk sesuatu agama tertentu tertarik untuk memeluk sesuatu agama lain. Cara-cara sebagaimana dimaksud dalam diktum Kedua huruf b keputusan ini, baik dilaksanakan secara terang-terangan dan atau secara terselubung  untuk menarik orang yang telah memeluk sesuatu agama yang berbeda.

Ini tidak berarti Pemerintah melarang usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan lembaga-lembaga keagamaan di bidang amal dan sosial, misalnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan, sebab usaha-usaha tersebut di atas pada hakekatnya adalah merupakan bentuk nyata dari pada partisipasi umat beragama dalam membangun bangsa dan negara.

Dengan pengertian bahwa pelaksanaannya tidak bertujuan mengembangkan dan menyiarkan agama kepada orang-orang yang telah memeluk sesuatu agama yang berbeda.
c.
Yang dimaksud dengan "di daerah-daerah" dalam Diktuk Kedua huruf c keputusan ini adalah tempat pemukiman yang jelas identitas pemeluk agama tertentu.
d.Cukup jelas.
Diktum Ketiga:
Bilamana pelaksanaan penyiaran dan pengembangan agama ternyata menimbulkan terganggunya kerukunan hidup antar umat beragama, maka sesuai dengan jenis, sifat dan tingkat perbuatan pihak-pihak yang menimbulkan terganggunya kerukunan itu, akan dapat diambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Diktum Keempat:
Yang dimaksud "Aparat Departemen Agama di daerah", ialah kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi/setingkat, kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kotamasya/ dan kantor Urusan Agama Kecamata.
Dalam pengertian "tokoh-tokoh masyarakat setempat" termasuk pemuka-pemuka berbagai agama yang ada.
Diktum Kelima:
Cukup jelas.


Dikutip dari: Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembinaan Umat Hindu Dharma Indonesia
Departemen Agama, Direktorat Jenderal Bimas Hindu dan Budha
Source : Bimas Hindu & Budha Depag